sejarah





-Sejarah yang sesungguhnya-



Sejarah itu adalah satu hal kompleks, satu kompleksiteit, Saudara-saudara. Mahasiswa-mahasiswa jangan kira sejarah itu adalah, -seperti tempo hari sudah saya katakan entah disini entah di ITB,- jaartallen-kennis, jadi mengetahui kejadian-kejadian, tahun ini kejadian itu, tahun ini kejadian itu, tahun ini kejadian itu, tahun ini kejadian itu, tahun ini kejadian itu. Kalau engkau sudah hafal kejadian-kejadian serta tahun-tahunnya, lantas kau berkata, bahwa engkau telah mengetahui sejarah. Tidak! Tidak! Kejadian-kejadian itu sekedar satu bagian, bagian, bagian, bagian, bagian dari sejarah.

Kejadian itu sendiri, kejadian kecil. Kejadian itu, ambillah misalnya: tahun 1825 Diponegoro telah memulai peperangannya melawan Belanda; jangan kira kejadian tahun 1825 itu, itulah sejarah! Tidak, itu sekedar satu bagian dari sejarah.

Ambil contoh buat mahasiswa-mahasiswa, ini gedung, inilah yang dinamakan gedung, tapi jubin ini, ini bukan gedung, jubin ini adalah sebagian dari gedung. Gedung ini terdiri dari jubin itu, itu, itu, dari jendela itu, dari plafond itu. Jubin ini adalah bagian daripada gedung, tapi jubin ini bukan gedung; pintu itu adalah bagian daripada gedung, tapi pintu itu bukan gedung; jendela itu adalah bagian daripada gedung, tapi jendela itu bukan gedung; atap diatas kita ini adalah bagian daripada gedung, tapi atap ini bukan gedung.

Jadi jikalau engkau he, mahasiswa-mahasiswi ingin mengetahui sejarah, ketahuilah lebih dahulu bahwa sejarah itu adalah satu kompleksiteit, satu rangkaian daripada kejadian-kejadian dan sebagai kukatakan di Universitas Gajah Mada tiga hari yang lalu, kejadian-kejadian ini mempunyai causaliteit satu sama lain, sebab dan musababnya.

Ini adalah sebabnya yang melahirkan kejadian ini. Ini menjadi sebab pula daripada kejadian ini. Ini menjadi sebab pula daripada kejadian ini. Ini menjadi sebab pula daripada kejadian ini. Ini menjadi sebab pula daripada kejadian ini. Ini adalah kejadian, kejadian, kejadian, kejadian, kejadian, kejadian, tetapi ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah. Sejarah adalah ini rangkaian kejadian-kejadian yang bercausalitiet satu sama lain itu. Causalitiet yaitu, sebab-musabab, sebab-musabab, sebab-musabab.

Nah, untuk mengerti rangkaian daripada sebab-musabab ini, aku selalu mempergunakan pisau yang amat tajam yaitu pisaunya historis-materialisme untuk mengupas sejarah. Jadi arti "historis" disini sudah jelas. Tapi apa itu: arti "materialisme" dalam "historis-materialisme"? Materialisme disini harus dibedakan dari wijsgeerig atau filosofis-materialisme. Apa itu wijsgeerig-materialisme? Wijsgeerig-materialisme adalah satu isme yang boleh dikatakan dengan gampang tidak mengakui adanya barang-barang gaib. Semua itu adalah barang wadah, barang benda, tidak ada barang gaib, semua itu adalah benda, materi-wadah. Itu adalah wijsgeerig-materialisme, atau philosofis-materislisme.

Misalnya kita mempunyai anggapan gaib tentang pikiran; pikiran adalah satu hal yang gaib, memang siapa bisa merasa pikiran, siapa yang bisa melihat pikiran. Pikiran adalah satu hal yang gaib, gaib artinya tidak bisa dilihat, tidak bisa diraba, tidak bisa kita onderkennen, dengan kita punya panca indra. Itu gaib. Tidak bisa kita lihat, tidak bisa kita rasakan, tidak bisa kita raba, tidak bisa kita dengar, tidak bisa kita cium baunya. Apabila panca indra kita, atau five-senses kita, penciuman, pendengaran, penglihatan, perasaan, dan satu lagi yaitu perabaan kita, panca indra kita, five-senses kita tidak bisa onderkennen barang sesuatu, maka itulah dinamakan barang gaib.

Wijsgeerig-materialisme atau philosophical-materialisme tidak mengakui akan adanya alam yang tidak bisa diraba, di onder-kennen dengan panca indra, misalnya aku tadi katakan fikiran. Kalau menurut wijsgeerig-materialisme, fikiran itu sekedar satu syncretie daripada otak. Otak, hm, hm, hm, itu adalah materi didalam kau punya tengkorak. Itu namanya otak, nah itu bisa dilihat, diraba, itu ah berproses menjadi fikiran. Kalau otaknya itu sudah tidak ada, tidak akan ada fikiran. Itulah wijgeerig-materialisme.

Tapi historis-materialisme adalah lain, ia adalah cara pengupasan sejarah; saya bicara tentang sejarah oleh karena saya didokteri ilmu sejarah. Saya bicara tentang cara pengupasan sejarah menurut analisa materialistis dalam arti lain dari wejsgeerig-materialisme.

Saudara-saudara, begini, supaya Saudara-saudara lebih mengerti Marxisme itu pada dasarnya adalah satu filosofi yang dialektis, mahasiswa-mahasiswi tahu dialektis itu apa, dialektis itu apa; dialektis ialah rangkaian daripada these dan anti-these, selalu sesuatu hal membangunkan ia punya anti, sesuatu hal mesti membangunkan ia punya anti-these. These dan anti-these ini, menjadi satu; menjadi synthese ini menjadi these lagi, yang melahirkan satu anti-these baru.

These dan anti-these menjadi synthese, synthese menjadi these dan anti-these baru. Ah terus berangkai. Itu adalah dialektika dalam filosofi. Dialektical-filosofi. Ini Marx belajarnya atau mengambilnya daripada filosofinya Hegel. Hegel adalah gembong ahli filsafah Jerman. Dialektise filosofie daripada Hegel yaitu, bahwa segala sesuatu itu these anti-these menjadi synthese, synthese menjadi these lagi dari anti-these baru ini, menjadi synthese, synthese menjadi these begitu terus tidak ada berhenti-berhentinya ini diambil over oleh Marx. Tapi Marx balikkan dalam mengambil over falsafah dialektik ini; untuk sejarah itu filsafat Hegel diputerkan oleh Marx: kepalanya ditanah, kakinya ditaruh diatas.

Kemaren dulu di Universitas Gajah Mada saya berkata: dijungkir-balikkan filsafat dialektik Hegel. Hegel berkata begini -yaitu yang nanti dijungkir-balikkan oleh Marx-, bahwa ini tadi yang dinamakan alam fikiran dan lain-lain itu, itulah sumber dan dasar daripada segala materi didunia ini. Alam fikiran manusia, perasaan manusia adalah dasar, kata Hegel yang melahirkan segala hal yang materiil.

Marx berkata : Salah! Salah! Salah! Bukan bewustzijn dalam alam fikiran, bukan perasaan, yang melahirkan barang-barang materiil; tapi sebaliknya barang-barang materiillah yang melahirkan bewuszijn manusia. Yang dibalik itu ucapan Hegel tadi itu yang berkata: alam fikiran, perasaan melahirkan barang materiil, cara hidup materiil, itu adalah hasil dan akibat daripada akal, fikiran, perasaan.

Marx berkata: no Sir, tidak! Harus dibalik! Ia berkata: "Es ist nicht das Bewusztsein des Menschen das sein Gesellschaft-lebensein, aber sein Gesellschaft-lebensein dan sein Bewusztsein bestimmt". Dalam bahasa Belandanya: "Het is niet het bewustzijn van de menschen, dat hun bewustzijn bepaalt". Itu yang diputar-balikkan.

Nah, inilah pisau historis-materialisme yang saya selalu pergunakan untuk mengupas sejarah, tadi dikatakan oleh promotor. Oleh karena itu Bung Karno selalu membalikkan segala sesuatu kejadian-kejadian didunia ini kesitu, kesitu, kesitu sampai-sampai persoalan imperialisme Bung Karno berkata: No, imperialisme itu bukan sebagai dikatakan oleh Gustaf Klemm, dan Gustaf Klemm berkata bangsa kulit putih ngereh, menjajah dunia Timur itu untuk membawa "mission-sacree", untuk membawa civilization; atau Prof. Moon berkata bahwa imperialisme itu datang untuk menunjukkan kemegahan daripada "whiteman"; tidak! tidak!

Aku menjawab pada waktu itu tahun '26: tidak! Mereka datang disini untuk materieele-verhouding, untuk keperluan materiil, untuk keperluan ekonomi. Untuk keperluan ini untuk keperluan itu. Nah, ini pisau yang saya pakai.

(BK, Pidato Promovendus untuk gelar doctor honoris causa bidang ilmu sejarah Universitas Pajajaran Bandung, 23 Desember 1964)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lpj jurnalis

Manfaat buah anggur

Buah sawo