Pengaturan gizi
Makalah Pengaturan Gizi untuk Latihan
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Makanan merupakan sumber energi yang utama bagi manusia. Sumber energi bagi tubuh manusia sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas khususnya olahraga. Cepat lambatnya proses pembentukan energi dalam tubuh sangat berpengaruh terhadap prestasi seseorang.
Semua aktivitas fisik memerlukan energi, kebutuhan energi yang diperlukan bervariasi sesuai dengan derajat kegiatan/aktivitas. Tata gizi atlet dan non-atlet pada dasarnya sama, bedanya anya pada jumlah kalori yang dibutuhkan atlet lebih banyak.
Tata-gizi yang dianjurkan berbagai latihan pada dasarnya mengacu pada tata-gizi seimbang (basic balanced diet), pada dasarnya atlet tidak memerlukan makanan khusus, suplemen atau berbagai tata gizi khusus untuk mernenuhi kebutuhan latihan untuk meningkatkan penampilannya, karena tata-gizi seimbang dapat mernenuhi hampir semua kebutuhan atlet.
Semua negara di dunia berlomba untuk mencapai standar hidup dan kualitas manusia yang semakin tinggi. Kecenderungannya adalah setiap negara yang masyarakatnya hidup sejahtera, prestasi olahraganya juga makin tinggi. Untuk mencapai prestasi olahraga yang tinggi, peningkatan kualitas manusia Indonesia juga perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Banyak cabang olahraga yang selain menuntut kondisi fisik yang prima juga menuntut atlet-atlet yang cerdas. Bila kita bandingkan dengan negara-negara lain, kondisi kita masih memerlukan perbaikan yang besar dalam aspek konsumsi protein hewani yang terdapat dalam telur, susu, dan daging. Karena itu, bila tidak dimulai langkah-langkah sistematis untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, melalui perbaikan kesejahteraan ekonominya, tidak sampai satu generasi lagi, masyarakat Singapura dan Malaysia akan lebih tinggi, lebih kuat, dan lebih cerdas dari masyarakat kita. Dan akan lebih berpeluang untuk mencapai prestasi olahraga di tingkat dunia.
Hampir semua atlet membutuhkan dan menggunakan sumber daya (energi) utama karbohidrat (CHO), khususnya atlet-atlet yang banyak menggunakan eksplosif maksimal, karena hanya bila otot mempunyai CHO (glikogen otot) yang mencukupi kebutuhan maka ia dapat melakukan pembentukan daya secara anaerobik. Ketersediaan dan kecukupan CHO dalam otot, serta kemampuan anaerobik, aerobik dan metabolik yang adekuat sesuai kecabangannya bagi atlet dengan intensitas tinggi dan durasi panjang merupakan “conditio sine qua non”.
Dengan demikian untuk mendapatkan kualitas atlit dengan gizi yang baik diperlukan lah tata gizi yang seimbang untuk latihan. Dalam makalah ini, akan membahas apa saja yang menjadi bahasan pokok dalam tata gizi seimbang untuk latihan.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana tata gizi seimbang untuk latihan yang benar ?
b. Bagaimana frekuensi makan yang benar untuk atlit dalam latihan ?
c. Bagaimana pengukuran status tata gizi atlet dalam latihan ?
d. Bagaimana menilai status nutrisi atlet dalam latihan ?
3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui tata gizi seimbang untuk latihan yang benar.
b. Untuk mengetahui frekuensi makan yang benar untuk atlit dalam latihan.
c. Untuk mengetahui pengukuran status tata gizi atlet dalam latihan.
d. Untuk mengetahui penilaian status nutrisi atlet dalam latihan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tata Gizi Seimbang untuk Latihan.
Kegiatan pelatihan olahraga prestasi tata gizi seimbang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atlet untuk meraih kemenangan, karena gizi seimbang merupakan salah satu jaminan untuk atlet dapat melakukan latihan dengan kemampuan maksimal. Artinya bila tata gizi tidak seimbang berarti akan terjadi gangguan pada penampilan atlet saat mengikuti latihan maupun pada saat pertandingan/perlombaan.Namun demikian perlu dipahami bahwa kebutuhan dasar gizi atlet dengan para pesantai pada dasarnya sama, yang membedakannya hanya takaran.
Petunjuk umum tata gizi atlet adalah sebagai berikut :
1. Makanan yang bervariasi.
Pesantai maupun orang yang sedang berlatih, perlu mengkunsumsi makanan bervariasi yang meliputi 4 sehat 5 sempurna sebanyak 6500 kj= 1500 kcal/hari. Lima golongan makanan tersebut serta satuan sajian. Penting untuk diketahui bahwa selama pertandingan/perlombaan kebutuhan kalori berkisar antara 2-3 kali lebih besar dan angka tersebut di atas.
2. Kendalikan berat badan.
Patokan, misalnya tinggi badan TB/BB atau Index Massa tubuh yang digunakan untuk menilai akseptabilitas BB orang dewasa, tidaklah tepat untuk atlet karena tidak memeberikan informasi tentang komposisi tubuh. Misalnya, atlet dengan kerangka tulang dan massa otot yang besar dapat dianggap sebagai kelebihan berat badan (over weight), padahal kandungan lemaknya sedikit. Pengukuran komposisi tubuh untuk Atlet lebih baik dengan menggunakan jumlah logaritma dari delapan lipatan kulit (skinfold) dengan lokasi 2 pada lengan atas, 4 pada tubuh dan 2 pada extremitas bawah dan nilai tersebut dapat diperbandingkan dengan nilai-nilai individu lain. BB ideal atau BB kompetitif harus diperoleh perlahan-lahan di luar masa pelatihan dan untuk mencegah dampak buruk selama masa pelatihan dan kompesi berat badan harus dipelihara.
3. Hindari makan terlalu banyak lemak
3. Hindari makan terlalu banyak lemak
Atlet yang terlatih banyak menggunakan lemak sebagai sumber energi dari pada yang tidak terlatih. Atlet dengan lemak tubuh yang rendah sekalipun, ternyata rnemepunyai persediaan jaringan lemak dalam jumlah besar, sehingga tidak perlu makan extra lemak. Lemak mengandung energi 37 kJ/g = 9 kcal/g namun demikian tidak dianjur untuk digunakan secara berlebihan, karena atlet juga rawan terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh asam lemak jenuh. Penggantian atau pengurangan lemak jenuh dalam tata-gizi, misalnya: mentega, daging gernuk, keju, es krim, cake pada umunya, biskuit, kue-kue kering dan coklat dengan lemak tidak jenuh ganda atau tunggal (misalnya : mentega tidak jenuh ganda, minyak sayuran, kue-kue yang dimasak dengan mentega tidak jenuh ganda) dan produk-produk susu dengan lemak rendah dan daging yang kurus, dapat memenuhi pasokan kalori dan nutrien tanpa dampak buruk.
4. Hindari makan terlalu banyak gula
Gula murni atau makanan yang terlalu manis dalam menu dasar hendaknya dikurangi karena dengan mengkomsi gula tidak murni yang terdapat dalam sayuran, buah-buahan dan padi-padian selain memenuhi kebutuhan tubuh akan karbohidrat juga sekaligus mendapatkan mineral dan vitamin-vitamin yang diperlukan.
5. Makan lebih banyak padi-padian, sayuran dan buah-buahan.
Cadangan glikogen dalam otot penting untuk penampilan. Tata-gizi dengan CHO tinggi diperluksn untuk mengganti glikogen otot yang habis terpakai untuk latihan. Setiap gram CHO menghasilkan energi sebesar 16 kJ = 4 kcal. Tata-gizi dengan CHO-komplex tinggi dapat membantu mengatur BB, karena kandungan nilai energinya relatif rendah dan cukup mengenyangkan. Tetapi untuk atlet angkat berat makanan yang mengenyangkan mengenyangkan tersebut dapat menyebabkan asupan makanannya menjadi tidak cukup untuk memelihara berat badannya. Untuk atlet golongan angkat berat tersebut bila tata-gizinya telah seimbang, kebutuhan energinya lebih mudah dipenuhi dengan menambahkan gula atau asam lemak tidak jenuh tunggal atau ganda.
6. Hindari minuman alkohol
Pengaruh buruk akut dari alkohol adalah gangguan motorik/performance, proses berpikir dan emosional. Dari sudut fisiologi alkohol menghambat proses giukoneogenes dengan akibat hipoglikemia dan meningkatnya risiko dehidrasi pada kegiatan berolahraga. Hipoglikemia dalam hubungannya dengan asupan alkohol dapat mengganggu termoregulasi tubuh dalam melakukan olahraga di lingkungan dingin. Biasanya dapat menyebabkan suhu tubuh sangat menurun atau rendah (hipotermia).
7. Kurangi garam
Hal ini bertentangan dengan mitos/keyakinan yang sudah populer yaitu bahwa atlet memerlukan tambahan garam dalam makanannya. Pada umunya asupan Natriurn (Na) harian yang dianjurkan antara 40-100 mMol/hari biasanya cukup untuk atlet. Sajian makanan (Barat) pada masa sekarang kandungan Na nya antara 130-200 mMol/hari. Namun untuk atlet-atlet daerah tropis pernyataan di atas perlu dicermati lebih lanjut, karena pengeluaran keringat di wilayah tropis pada olahraga berat dapat sangat banyak.
Sebagai patokan umum, tata-gizi yang dianjurkan untuk atlet yang disarankan oleh Costill (1988) adalah sebagai berikut;
CHO> 55%, umunya CHO-komplex (padi-padian, roti, beras, sayuran dan buahbuahan). Bila durasi olahraganya> 60-90 menuenit/hari maka diperlukan CHO sebanyak 50-70% dari kebutuhan daya (energi) total (Brotherhood 1984) atau setara dengan asupan 9-10 g CHO/kg BB/hari.
Kebutuhan lemak < 30% energi total. Kandungan lemak tinggi terdapat pada daging gemuk, minyak-minyak, margarine, keju, mentega, produk-produk susu full cream, kue-kue kering dan makanan yang digoreng.
Protein meliputi 12-15% energi total dan terdapat dalam daging kurus, ikan, ayam, telur dan kacang-kacangan. Kebutuhan protein sebesar 12-15% energi total biasanya cukup memenuhi kebutuhan minimum 1200 kcal untuk wanita dan 1500 kcal untuk pria (American Dietetic Association 1987).
B. Frekuensi Makan
Atlet sering memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan tata-gizi energi tinggi, dengan kandungan lemak rendah dan CHO tinggi, oleh karena tata-gizi demikian memerlukan konsumsi volume makanan yang besar, karena volume makanan yang besar termaksud dapat menjadi masalah bila kebutuhan kalori telah mencapai lebih dari 3000 kcal/hari. Perlu dipahami bahwa jumlah CHO tinggi sangat mengenyangkan, oleh karena itu makannya hurus dibagi dalam beberapa porsi dan beberapa kali, diselingi dengan makan snack yang sering.
Persoalan yang sering muncul adalah ketika atlet terlibat jadwal latihan berat, waktunya untuk menyantap dan mencernakannya terbatas karena mereka sering mencari makanan kecil atau makanan lain yang disukainya dan mudah didapat. Pilihan ternyata sering jatuh kepada makanan dengan nilai energi tinggi tetapi rendah nilai gizinya, misal minuman ringan, coklat, es krim, cake, dan makanan-makanan siap saji lainnya. Bila atlet menggunakan makanan-makanan tersut sebagai kebutuhan sehari-hari dalam jumlah besar, maka dalam jangka panjang berisiko untuk terjadinya kekurangan gizi.
C. Status Tata Gizi Atlet
Di negara-negara industri pada umumnya, rata-rata tata gizi mengandung lemak terlalu banyak dan CHO terlalu sedikit untuk dapat memenuhi kebutuhan energi yang meningkat untuk kerja berat hariannya. Tata gizi semacam ini telah dihubungkan dengan bermacam-macam penyakit seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, diabetes, obesitas dan beberapa jenis kanker (Comonwealth Departmen of Healt Community Service, 1987). Hal demikian di Indonesia sepertinya belum terjadi, karena protein masih merupakan sumber gizi yang mahal. Namun demikian hal itu perlu diantisipasi, karena saat ini telah disinyalir bahwa penyakit kardiovaskular telah menjadi penyebab kematian nomor satu. Makanan sehari-hari atlet secara proporsional sangat bersesuaian dengan pola makan masyarakat pada umumnya kecuali untuk nilai total asupan energinya. Berbagai survey menunjukkan bahwa sedikit atlet mengikuti pola tata gizi terbaik yang optimal, karena mereka makan terlalu banyak lemak dan protein dengan mengorbankan CHO (Brotherhood, 1984). Pola makan demikian di Indonesia belum terjadi, oleh karena sumber protein hewani yang masih sangat mahal menurut ukuran orang Indonesia.
Walaupun pada umumnya asupan energi atlet lebih tinggi daripada non atlet, tetapi terdapat laporan yang menyatakan telah terjadinya asupan mikronutrient yang sub-optimal pada kelompok atlet. Atlet endurance adalah satunya yang paling potensial menderita definisi mikronutrien disebabkan tuntutan-tuntutan yang sangat meletihkan dari latihan dan kompetisi mereka. Asupan rendah dari zat besi, golongan vitamin B, Zn dan Ca adalah hal yang paling sering dilaporkan. Barr (1987) menulis review komprehensif tentang asupan gizi atlet wanita saat mempunyai asupan energi yang tidak cukup tuntutan aktivitasnya.
D. Menilai Status Nutrisi
Untuk mengetahui atlet mendapatkan status gizi yang dapat memenuhi tuntutan kerja fisiknya pada musim latihan hingga pertandingan tentu memerlukan suatu evaluasi. Hal tersebut penting dilakukan karena tata gigi yang kandungannya nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan akan rnengakibatkan atlet cepat lelah, kurang konsentrasi, mudah tersinggung, akhirnya kemampuan untuk melakukan latihan tidak memuaskan, karena tidak dapat tampil maksimal. Cara-cara melakukan evaluasi gizi atlet menurut Deakin dan Brotherhood dalam Textbook of Science and Medicine in Sport, ada beberapa metoda, yaitu;
Evaluasi tata gizi harian
Dalam upaya menilai tata gizi harian dapat dilakukan dengan metoda mengingat kembali atau melalui laporan catatan pribadi makanan yang dikonsumsi. Metoda mengingat kembali urnumnya meliputi niwayat tata gizi makanan yang dikonsumsi dan seringnya mengkunsumsi: makanan khusus dalam 24 jam. Metoda ini pada dasarnya dapat dilakukan secara kualitatif atau semi kuantitatif. Laporan catatan pribadi umumnya meliputi perkiraan takaran berat semua makanan yang dikonsumsi selama 3-7 hari. Cara cepat untuk menilai status gizi dari mengingat kembali dan melihat catatan makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam adalah dengan mengecek gambaran kecukupan lima bahan pokok.
Observasi klinik/riwayat kesehatan
Pemeriksaan klinis dilakukan adalah untuk mengetahui kondisi medis atau faktor fisologis yang menggangu asupan makanan, pencernaan dan metabolisme, Hal ini penting dilakukan, karena penyakit akut atau koronis, anxiety, deperesi dan beberapa macam obat yang dikonsumsi dapat mengganggu status gizi.
Analisa biokimia
Acuan standar untuk menilai status gizi atlet adalah dari populasi atlet, jadi tidak dan populasi non atlet. Pemeniksaan perlu dilakukan beberapa kali, karena dalam pemeniksaan sering ditemukan bahwa kadar suatu zat gizi di dalam darah rendah dipengaruhi oleh adanya variasi diurnal (misal; Vit C, Golongan Vit B, Mg, Fe dan Zn) atau mungkin zat-zat tersebut telah didistribusi ke jaringan-jaringan.
Pengukuran-pengukuran anthropometris
Pengkuran TB, BB dan lipat kulit (skinfold) dapat digunakan untuk menilai komposisi tubuh secara tidak langsung sekaligus menghitung kebutuhan energi. Penilaian harus berdasarkan popolasi kelompok atlet, diluar populasi itu tidak cocok untuk atlet pada umumnya, yang seharusnya ditaksir dalam sub-populasi sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Beberapa atlet dengan tata gizi yang nyata-nyatanyakuat dapat memperlihatkan tanda-tanda biokimia maupun klinis yang berhubungan dengan adanya defisiensi nutrisi dan gizi yang tak seimbang. Sebaliknya atlet dengan asupan gizi sub-optimal tidak memperlihatkan defisiensi atau pengaruh terhadap penampilannya. Kegagalan mendeteksi tanda defisiensi secara biokimia atau klinis dalam hubungan dengan asupan gizi yang rendah, merupakan refleksi bahwa diperlukan waktu yang menghabiskan cadangan-cadangan nutrisi.
Asupan gizi rendah secara kronis meningkatkan resiko terjadinya gangguan nutrisi yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan dan penampilan. Pengukuran tunggal komponen-komponen biokimia untuk menilai status gizi kurang akurat. Diperlukan monitoring status gizi secara reguler, termasuk riwayat suplemen vitamin dan mineral selama seluruh program latihan untuk mendapatkan pola makan yang konsisten.
B. SARAN
Demikian hasil diskusi dari kelompok kami, pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dari makalah ini. Terbatasnya waktu dan referensi yang minim menjadi kedala utama dari makalah ini. Kritik dan saran kami harapkan demi sempurnanya makalah ini kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Giriwijoyo, H.Y.S. Santosa & Sidik, D. Z. (2012). Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung : Remaja Rosdakarya.
Giriwijoyo, H.Y.S. Santosa & Sidik, D. Z. (2012). Ilmu Kesehatan Olahraga. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Giriwijoyo, Y.S. Santosa., Ichsan, M., et al. (2005). Manusia dam Olahraga. Bandung: Penerbit ITB.
Irianto, Djoko Pekik. (2007). Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.
Suharjana. (2013). Kebugaran Jasmani. Yogyakarta : Jogja Global Media.
http://olahragakesehatan2015.blogspot.com/2017/09/makalah-pengaturan-gizi-untuk-latihan.html?m=1
Komentar
Posting Komentar